* Tanaman Herbal Indonesia Kalau kita bicara pengobatan herbal maka pikiran kita pasti melayang ke obat tradisional, jamu gendong, warung yang menyediakan jamu kemasan untuk obat sakit kepala atau masuk angin. Tidak salah memang sebab herbal memang masuk kategori obat tradisional. Di negara Asia lainnya terutama Cina, Korea dan India untuk penduduk pedesaan, obat herbal masuk dalam pilihan pertama untuk pengobatan, dinegara maju pun saat ini kecenderungan beralih kepengobatan tradisional terutama herbal menunjukan gejala peningkatan yang sangat signifikan. Dari hasil Susenas tahun 2007 menunjukan di Indonesia sendiri keluhan sakit yang diderita penduduk Indonesia sebesar 28.15% dan dari jumlah tersebut ternyata 65.01% nya memilih pengobatan sendiri menggunakan obat dan 38.30% lainnya memilih menggunakan obat tradisional, jadi kalau penduduk Indonesia diasumsikan sebanyak 220 juta jiwa maka yang memilih menggunakan obat tradisional sebanyak kurang lebih 23,7 juta jiwa, suatu jumlah yang sangat besar. Pengobatan tradisional sendiri menurut Undang-undang No 36/2009 tentang Kesehatan melingkupi bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian [galenik] atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan. Sesuai dengan pasal 100 ayat (1) dan (2), sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan akan tetap dijaga kelestariannya dan dijamin Pemerintah untuk pengembangan serta pemeliharaan bahan bakunya. Indonesia sendiri yang terletak didaerah tropis memiliki keunikan dan kekayaan hayati yang sangat luar biasa, tercatat tidak kurang dari 30.000 jenis tanaman obat yang tumbuh di Indonesia walaupun yang sudah tercatat sebagai produk Fitofarmaka [bisa diresepkan] baru ada 5 produk dan produk obat herbal terstandar baru ada 28 produk. Terlihat potensi yang masih belum digali masih sangat besar dalam pengembangan obat herbal terutama yang merupakan produk herbal asli Indonesia. Tahun 2007 telah dicanangkan oleh pemerintah bahwa Jamu adalah Brand Indonesia, walau pada kenyataannya masih dianggap strata paling bawah dalam pengobatan karena belum teruji secara ilmiah. Dunia Kedokteran Indonesia sendiri secara perlahan mulai membuka diri menerima herbal sabagai pilihan untuk pengobatan, bukan sekedar sebagai pengobatan alternatif saja, ini terbukti dengan berdirinya beberapa organisasi seperti Badan Kajian Kedokteran Tradisional dan Komplementer Ikatan Dokter Indonesia pada Muktamar IDI XXVII tahun 2009, Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia [PDHMI], Persatuan Dokter Pengembangan Kesehatan Timur [PDPKT] dan beberapa organisasi sejenis lainnya. Ini semua menggambarkan dunia kedokteran walau masih belum terbuka lebar tetapi para pelakunya, yaitu para dokter mulai melihat potensi yang besar dan ternyata bisa dikembangkan dalam pengobatan berbasis obat herbal, tidak hanya untuk menangani penyakit yang ringan saja tetapi juga untuk mengatasi penyakit yang berat. Ketergantungan masyarakat terhadap obat konvensional kedokteran diharapkan bisa secara pasti diganti dengan masuknya obat herbal, saat ini ternyata 95% bahan baku obat konvensional masih di import, berapa banyak devisa yang bisa dihemat bila peralihan ini berjalan mulus. Memasuki tahun 2010, Badan Litbang Depkes mempelopori suatu usaha yang sangat terpuji dan patut didukung penuh yaitu dengan membuat model “Rumah Sehat” atau “Klinik Jamu”, model ini akan menerapkan penggunaan jamu sebagai obat yang diberikan dokter untuk pasiennya, suatu terobosan yang didukung oleh kebijakan pemerintah dan akan diuji coba didaerah Jawa Tengah pada awal tahun 2010. Dipilihnya Jawa Tengah mungkin juga dengan pertimbangan saat ini banyak perusahaan Jamu dalam skala kecil sampai besar yang berlokasi di Jawa Tengah serta kebiasaan orang jawa meminum jamu sejak dulu. Bekerjasama dengan GP Jamu [Gabungan Pengusaha Jamu] sebagai penyedia kebutuhan obat herbal, Rumah Sehat ini akan dipimpin oleh Dokter sebagai penanggung jawab dan yang menggembirakan ternyata sudah cukup banyak para dokter yang berminat dan terdaftar untuk mempelajari serta mendalami pengobatan herbal. Memang masih memerlukan banyak persiapan, baik secara mental dari para dokter yang memberikan obat serta merubah persepsi pasien bahwa pengobatan herbal atau “minum jamu” itu ketinggalan jaman, kita harus bisa menerima kenyataan bahwa jaman sudah berubah, mencontoh Cina yang dengan berani memberikan pilihan kepada pasien untuk menggunakan pengobatan dengan obat konvensional atau tradisional. Saatnya juga bagi perusahaan jamu yang peduli dengan khasiat serta mutu untuk mulai menerapka standar yang berlaku seperti GMP, SNI, CPOTB sampai HACCP agar keyakinan masyarakat atas mutu produk yang dihasilkan bisa diperoleh. Dukun\
18.55 | Author: Rhienata
|
This entry was posted on 18.55 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: